A. Ragam bahasa berdasarkan
media/sarana
- Ragam bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap
(organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita
berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan
ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka,
gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
- Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis,
kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa
dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya
kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,
ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca
dalam mengungkapkan ide.
Contoh
Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis
1. Putri bilang kita harus pulang 1. Putri mengatakan bahwa
kita harus pulang
2. Ayah lagi baca koran 2. Ayah sedang membaca koran
3. Saya tinggal di Bogor 3. Saya bertempat tinggal di Bogor
B. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
- Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek). Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
- Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
contoh:
1) Ira mau nulis surat à Ira mau menulis surat
2) Saya akan ceritakan tentang Kancil à
Saya akan menceritakan tentang Kancil.
- Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur. Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku merupakan ragam bahasa yang dipakai dalam
situasi resmi/formal, baik lisan maupun tulisan.
Bahasa baku dipakai dalam :
a. pembicaraan
di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan
kuliah/pelajaran;
b. pembicaraan
dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan
pejabat;
c. komunikasi
resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang;
d. wacana
teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
Segi kebahasaan yang telah diupayakan pembakuannya meliputi
a. tata
bahasa yang mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat, pedomannya adalah
buku Tata Bahasa Baku Indonesia;
b. kosa
kata berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);
c. istilah
kata berpedoman pada Pedoman Pembentukan Istilah;
d. ejaan
berpedoman pada Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD);
e. lafal
baku kriterianya adalah tidak menampakan kedaerahan.
C. Ragam bahasa menurut pokok
persoalan atau bidang pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang
dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun
menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam
lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan
kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik,
berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah
raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan
atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah
kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut,
misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang
agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran;
improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni;
pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum; pemanasan,
peregangan, wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan
pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam
undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat
dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang
digunakan dalam undang-undang.
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
- Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah).
- Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual pada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hasil hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar